Masjid Raya Bandung Provinsi Jawa Barat yang dulu dikenal dengan Masjid Agung Bandung adalah masjid yang berada di Bandung Jawa Barat. Status masjid ini adalah sebagai masjid provinsi bagi Jawa Barat.
Lokasinya yang berada di pusat kota membuatnya begitu mudah untuk ditemukan. Bangunan kuno ini telah bermetamorfosa menjadi sebuah masjid yang megah dan indah. Saat pertama kali dibangun tahun 1811, Masjid Raya Bandung hanya menggunakan dinding dari kayu dan bambu. Pada tahun 1930, masjid ini direnovasi sekaligus dirancang ulang oleh arsitek Belanda, Henri Maclaine-Port dan dibangun seperti sebagaimana bangunan ini terlihat sekarang. Masjid besar ini dapat menampung sekitar 14.000 umat. Setelah renovasi tahun 2004, pemerintah daerah menanam beberapa pohon kurma di area sekeliling masjid serta membangun sebuah air mancur ala Turki-Mediterania di area taman masjid.
Masjid Raya Bandung yang kini kita lihat merupakan hasil rancangan 4 orang perancang kondang dari Bandung masing masing adalah Ir. H. Keulman, Ir. H. Arie Atmadibrata, Ir. H. Nu’man dan Prof. Dr. Slamet Wirasonjaya. Rancangan awalnya akan tetap mempertahankan sebagian bangunan lama Masjid Agung Bandung termasuk jembatan hubung masjid dengan Alun-alun yang melintas di atas jalan Alun-alun barat dan dinding berbentuk sisik ikan di sisi depan masjid. Satu-satunya perubahan pada bangunan lama adalah perubahan bentuk atap masjid dari bentuk atap limas diganti dengan kubah besar setengah bola berdiameter 30 meter sekaligus menjadi kubah utama.
Untuk mengurangi beban, kubah tersebut dibangun dengan konstruksi space frame yang kemudian ditutup dengan material metal yang dipanaskan dalam suhu sangat tinggi. Selain satu kubah utama Masjid Raya Bandung dilengkapi lagi dengan dua kubah yang ukurannya lebih kecil masing masing berdiameter 25 meter diletakkan diatas bangunan tambahan. Sama seperti kubah utama dua kubah tambahan ini menggunakan konstruksi space frame namun ditutup dengan material transfaran untuk memberi efek cahaya ke dalam masjid.
Bangunan tambahan didirikan di atas lahan yang sebelumnya merupakan ruas jalan Alun-alun barat di depan masjid. Bangunan tambahan ini dilengkapi dengan sepasang menara (rencananya setinggi 99 meter) namun kemudian dikurangi menjadi 81 meter saja, terkait dengan keselamatan penerbangan sebagaimana masukan dari pengelola Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Saat ini, dua menara kembar yang mengapit bangunan utama masjid dapat dinaiki pengunjung. Di lantai paling atas, lantai 19, pengunjung dapat menikmati pemandangan 360 derajat kota Bandung
Sementara itu halaman depan masjid yang dirombak. Parkir kendaraan ditempatkan di basement sementara bagian atasnya adalah taman, sebuah area publik tempat masyarakat berkumpul. Ini adalah salah satu upaya pemerintah kotamengembalikan nilai Alun-alun seperti dahulu kala. Ruang bawah tanah untuk tempat parkir itu juga semula direncanakan untuk menampung para pedagang jalanan/pedagang kaki lima.
Bagian dalam masjid ini terdapat dua bagian yaitu, ruang dalam bagian depan yang cukup luas dan ruang sholat utama. Ruang dalam bagian depan masjid ini digunakan sebagai aula untuk acara pengajian, pernikahan dan tentu saja untuk istirahat warga yang kebetulan singgah di situ. Ruang ini juga digunakan untuk sholat bagi mereka yang enggan untuk ke ruang sholat utama yang berada di ruang terpisah. Ruang Sholat Utama berada di ruang terpisah dari ruang dalam bagian depan. Di antara kedua ruang ini dihubungkan dengan jembatan yang di bawahnya terdapat ruang wudlu (selain ruang wudlu bagian luar). Ruang sholat utama ini memiliki ruang yang luas dan berlantai dua.
Interior bangunan tambahan ini dirancang dengan ornamen ukiran Islami dengan mengutamakan seni budaya Islami tatar Sunda. Selain itu Masjid Raya Bandung juga dilengkapi dengan dua lantai basemen yang di bagian atasnya tetap dipertahankan sebagai ruang terbuka untuk publik. Bagian atap masjid diganti dari atap joglo menjadi satu kubah besar pada atap tengah dan kubah lebih kecil pada atap kiri-kanan masjid, dinding masjid terbuat dari batu alam kualitas tinggi.